Di mesir ketika manusia belum mengenal istilah mode, kalung bahkan sudah dipercaya sebagai perhiasan perempuan kala itu.
Sekarang kita bergerak lagi ke keluarga kerajaan Eropa di abad ke-14. Emas dan bebatuan ukuran besar menjadi bahan dasar kalung pada saat itu.
Pada busana, material ini dikenakan sebagai sentuhan akhir yang menegaskan detail extravaganza yang mereka pakai. Sementara, bagi kalangan umum, bentuk kalung yang digemari hanya berupa rantai tipis dengan bandul sederhana dari emas
kalung emas putih. image by flickr.com |
Bertanya sedikit mengenai kalung dan perempuan, apa yang kemudian terjadi? Ternyata tak sedikit insan mode yang lelah dengan era busana serba simpel, sehingga perempuana pecinta fashion mulai mendambakan alternatif untuk menambahkan sesuatu pada busana. Ibarat hasrat yang sudah lama dipendam, ini adalah deretan kalung besar yang menjadi tren selama beberapa tahun terakhir.
Di berbagai kota mode internasional seperti Milan, Paris, New York, dan sebagainya, para perancang busana pun terlihat makin serius memikirkan range perhiasan mereka. Ini menandakan aksesori seolah kembali naik strata. Bukan lagi bertindak sebagai pelengkap, namun juga merupakan elemen penting tata busana. Berbagai material yang digunakan pun menjadi sedemikian luas
Lihat koleksi perhiasan kalung Christian Dior, Julian David, dan Cacharel yang terlihat edgy menggunakan bahan stainless silver. Holly Fulton, Bottega Veneta, dan Anna Sui dengan elegansi batu Swarovski, sementara bahan plastik berhasil disulap Basso and Broke menjadi kalung seru berwarna kuning cerah.
Pada masa kini, definisi gaya tercipta dari banyaknya aksesori yang ditambahkan. Desain dan material kalung menjadi lebih playful seperti kalung fringe berbahan kulit maupun untaian akrilik warna-warni. Namun ternyata, resesi dan datangnya era minimalis kembali lagi
Hal ini menyebabkan eksplorasi menjadi terbatas pada desain solid dengan adaptasi bentuk geometris berpalet perak yang memang dipengaruhi juga oleh era milenium dan futuristis